Jatim Rasionews.com|Banyuwangi~Pemberian predikat “kinerja tinggi” oleh Kementerian Dalam Negeri kepada Pemerintah Kabupaten Banyuwangi adalah bentuk kekeliruan administratif yang tak bisa ditoleransi.Ini bukan sekadar kekhilafan teknokratis, tetapi merupakan legitimasi semu terhadap rezim birokrasi lokal yang telah lama cacat dalam tata kelola,tertutup terhadap partisipasi publik,dan minim capaian substantif.Alih-alih mencerminkan kemajuan pemerintahan,predikat ini justru menjadi topeng baru bagi kepemimpinan lokal yang gagal menghadirkan keadilan, transparansi,dan pelayanan yang bermutu bagi rakyatnya.Kamis,01/05/2025
Realitas lapangan menunjukkan kontradiksi brutal terhadap label “kinerja tinggi” itu.Masyarakat Banyuwangi masih bergulat dengan lambannya pelayanan publik,buruknya manajemen pengaduan, dan birokrasi yang acapkali arogan dan represif dalam merespons kritik.Kasus-kasus keterlambatan pembangunan infrastruktur dasar,indikasi penyimpangan anggaran di tingkat desa,serta pengabaian hak-hak warga dalam perencanaan pembangunan adalah bukti nyata bahwa mesin pemerintahan di Banyuwangi lebih sibuk mengatur pencitraan ketimbang menyelesaikan problem riil masyarakat.
Predikat yang diberikan Kemendagri bukan hanya keliru secara metodologis, melainkan juga secara etis mencederai semangat demokrasi.Penilaian ini memperlihatkan betapa lemahnya sistem pengawasan pusat terhadap daerah dan betapa mudahnya capaian kertas mengalahkan fakta di lapangan. Apakah Kemendagri telah turun langsung merasakan pelayanan publik yang timpang?Atau mereka hanya terpaku pada indikator dokumen,laporan yang direkayasa,dan sistem digital yang sekadar tampil megah tanpa jiwa pelayanan?
Dalam perspektif ilmu administrasi publik, tindakan ini adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip akuntabilitas substantif. Evaluasi yang hanya memotret output administratif tanpa menilai outcome sosial adalah kekeliruan fatal.Pemerintah Banyuwangi bisa saja menyusun ratusan laporan, meluncurkan aplikasi,dan membuat program-program yang tampak modern,namun apa artinya semua itu jika warga tetap harus menyuap untuk mendapatkan hak dasar atau jika kritik dibungkam dengan represi dan intimidasi?
Kemendagri,dalam hal ini, telah ikut melanggengkan budaya kepalsuan birokrasi dengan mengafirmasi praktik pemerintahan yang justru bertentangan dengan prinsip-prinsip good governance. Alih-alih memberi peringatan atau rekomendasi pembenahan,lembaga negara ini justru menjadi produsen ilusi kinerja yang membius publik dan memperkuat dominasi elit lokal yang gemar bersolek di depan media,tetapi abai terhadap aspirasi rakyat di lapisan paling bawah.
- Advertisement -
Oleh karena itu,pemberian predikat “kinerja tinggi” terhadap Banyuwangi adalah sebuah penghinaan terhadap akal sehat publik.Ini adalah bentuk penghargaan terhadap kegagalan, pemakluman terhadap kelalaian, dan justifikasi terhadap stagnasi.Jika bangsa ini serius dengan reformasi birokrasi dan demokratisasi pemerintahan lokal,maka ilusi semacam ini harus dibongkar,dilawan,dan dikoreksi secara radikal. Pemerintahan yang gagal tidak pantas dipuji; mereka harus dimintai pertanggungjawaban,bukan diberikan karpet merah oleh pemerintah pusat.
Oleh:
Herman, M.Pd., M.Th., CBC.
- Advertisement -
Pewarta: Jafar.